Kamis, 18 Desember 2008

LAPORAN PRAKTIKUM
GENETIKA TUMBUHAN
ACARA II
PENGENALAN LALAT BUAH Drosophila melanogaster













Oleh:
Nama : Milla Imania
NIM : A1A007033
Rombongan : I










DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
LABORATORIUM GENETIKA
PURWOKERTO
2008
ACARA II

Judul Acara : PENGENALAN LALAT Drosophila melanogaster
Hari, Tanggal Praktikum : Kamis, 13 November 2008
Nama Praktikan : Milla Imania (A1A007033)
Rombongan : I (satu)
Asisten Jaga : Rimmy Yulianti (A1F006007)
Nama Laboratorium / Fakultas / Universitas : LABORATORIUM GENETIKA / FAKULTAS PERTANIAN / UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN






























I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dulu yang biasa dipergunakan sebagai bahan percobaan genetika hanya tumbuhan. Karena tumbuhan mudah ditanam, mudah dikontrol suasana lingkungannya,dan mudah pula dibuat penyerbukan bunganya. Baru tahun 1905 mulai dipakai hewan, sejak W. E. Castle memperkenalkan lalat buah Drosophila (Yatim, 1986).
Lalat buah merupakan salah satu jenis lalat yang sering dijumpai hinggap pada buah-buahan. Lalat ini lebih menyukai buah yang masak karena buah yang lebih masak mempunyai kandungan zat-zat yang dibutuhkan oleh keturunan lalat buah dan kelunakan buahnya memudahkan induk lalat untuk memasukkan telurnya di bawah permukaan kulit buah. Telur-telur lalat buah berwarna bening dan berbentuk seperti buah pisang. Telur ini diletakkan secara berkelompok di dalam rongga di bawah kulit buah. Mereka akan menetas beberapa hari kemudian. Larva muda yang keluar dari telur akan membuat lubang menuju ke bagian buah yang lunak dan mulai memakannya. Jaringan buah yang dimakan oleh larva ini akan mengalami pembusukan. Larva yang sudah tua akan keluar dari buah dan menjadi pupa (Nugroho S P, 1994). 
Drosophila melanogaster meupakan jenis lalat buah, dimasukkan dalam filum Artropoda kelas Insekta bangsa Diptera, anak bangsa Cyclophorpha (pengelompokan lalat yang pupanya terdapat kulit instar 3, mempunyai jaw hooks), seri Acaliptrata (imago menetas dengan keluar dari bagian anterior pupa), suku Drosophilidae, Jenis Drosophila melanogaster di Indonesia terdapat sekitar 600 jenis, pulau Jawa sekitar 120 jenis dari suku drosophilidae (Wheeler, 1981).
Penemuan pautan dan pindah silang pada Drosophila melanogaster oleh para ahli genetika tersebut dapat digunakan untuk menyimpulkan data dalam membuat peta kromosom yang menunjukkan lokasi–lokasi gen pada lalat buah itu. Sehingga Drosophila melanogaster banyak sekali dipakai dalam percobaan genetika bahkan merupakan faktor penentu bagi perkembangan genetika hingga kini. 
Ada 2 tipe lalat buah yaitu tipe normal (tipe liar) dan mutan. Lalat Drosophila melanogaster normal ( tipe liar ) adalah lalat Drosophila yang ditemukan di alam yang memiliki fenotip dengan karakteristik yang telah ditentukan, diantaranya badan kelabu, warna mata merah, dan sayap lurus panjang, biasanya pada persilangan untuk lalat normal diberi tanda +. Variasi fenotip muncul akibat adanya perbedaan pada satu hingga tiga gen, misalnya warna mata putih, sayap vestigial, tubuh ebony, dan banyak lagi variasi lainnya. Lalat Drosophila melanogaster yang memiliki sedikitnya satu karakter yang berbeda dengan tipe liarnya disebut sebagai mutan. Umumnya mutan yang ada bersifat resesif, namun ada pula mutan yang bersifat dominan. Mutasi dapat membawa keuntungan maupun kerugian. Kemungkinan baik adalah diuntungkan untuk suatu organisme, sedangkan kerugiannya dapat mematikan suatu organisme. 
 
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat membedakan lalat Drosophila normal dengan beberapa mutannya, identifikasi kelamin, dan teknik memperlakukan lalat Drosophila untuk suatu percobaan.













II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada Drosophila melanogaster ukuran tebal kromosom 2 mikron dan ukuran panjangnya 25 mikron. Inti sel tubuh lalat Drosophila hanya memiliki 8 buah kromosom saja, sehingga mudah dmamati dan dihitung. 6 buah kromosom (3 pasang) pada lalat betina maupun jantan sama bentuknya, disebut kromosorn autosom (kromosom tubuh) dan 2 buah kromosom (1 pasang) disebut krornosom kelamin (seks kromosom) karena bentuknya berbeda antara lalat jantan dan lalat betina. (Suryo, 1988).
Drosophila melanogaster yang sering ditemukan di Indonesia dan Asia adalah Drosophila melanogaster ananasae, kikawai, malerkotliana, repleta, hypocausta, imigran, dll. Lalat buah dan Artrophoda lainnya mempunyai kontruksi modular, suatu seri segmen yang teratur. segemn ini menyusun tiga bagian tubuh utama, ayitu; kepala, thoraks, dan abdomen. seperti hewan simetris bilateral lainnya, Drosophila ini mempunyai poros anterior dan posterior (kepala-ekor) dan poros dorsoventral (punggung-perut). Pada Drosophila, determinan sitoplasmik yang sudah ada di dalam telur memberi informasi posisional untuk penempatan kedua poros ini bahkan sebelum fertilisasi. setelah fertilisasi, informasi dengan benar dan akhirnya akan memicu struktur yang khas dari setiap segmen. Drosophila memiliki warna tubuh kuning kecoklatan dengan cincin berwarna hitam di tubuh bagian belakang. betina memilki ukuran panjang sekitar 2,5 mm dan yang jantan lebih kecil dibandingkan dengan betina. pada jantan, bagian tubuh belakang lebih gelap. pada Drosophila yang liar memilki mata berwarna merah. Adapun ciri umum dari Drosophila melanogaster antara lain :
1. Berukuran kecil, antara 3-5 mm 
2. Urat tepi sayap (costal vein) mempunyai dua bagian yang terinteruptus dekat dengan tubuhnya.
3. Sungut (arista) umumnya berbentuk bulu, memiliki 7-12 percabangan.
4. Crossvein posterior umumnya lurus, tidak melengkung 
5. Mata berwarna merah
Spesies ini umumnya diketahui sebagai lalat buah umum dan merupakan organisme yang paling banyak digunakan dalam penelitian genetika, fisiologi dan evolusi sejarah kehidupan (http://www.indoskripsi.com, 2007).
Adapun ciri-ciri dari Lalat Drosophila ini adalah lalat ini mempunyai panjang 3-4 mm dan biasanya warna kekuning-kuningan dan mereka biasanya terdapat di sekitar buah yang membusuk dan buah-buah dalam kelompok yang besar (190 jenis Amerika Utara) dan banyak jenis sagat umum. Lalat apel ini adalah hama-hama di dalam rumah tangga apabila didapatkan buah-buahan. Larva dan kebanyakan jenisnya terdapat di dalam buah telah ditunjukkan bahwa larva sebenarnya makan ragi-ragi yang tumbuh di dalam buah-buahan itu. Beberapa jenis ada yang bersifat ektoparasitik (pada ulat) atau bersifat pemangsa (pada mealybugs dan homoptera kecil lainnya) pada tahapan larva. Dalam kelompok ini karena waktu hidupnya yang pendek, kromosom-kromosom kelenjar ludah raksasa dan mudahnya dipelihara telah dipakai secara meluas dalam penelitian-penelitian keturunan, (Borror, 1992).
 Menurut Ellseth dan Baumgardner(1984), Lalat Dosophila mempunyai siklus hidup yang sangat pendek yaitu sekitar 12 hari pada suhu kamar. Kondisi dibawah ideal dapat menghasilkan 25 keturunan tiap tahun. Tiap lalat betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100 butir dan dari jumlah tersebut separuh akan menjadi lalat jantan dan separuhnya lagi akan menjadi lalat betina. Siklus hidup lalat ini akan semakin pendek apabila kondisi lingkungannya tinggi.
 Ada 2 tipe lalat buah yaitu tipe normal (tipe liar) dan mutan. Tipe normalnya yaitu mata merah dan sayap panjang, biasanya pada persilangan untuk lalat normal diberi tanda +. Mutan dari lalat buah Drosophila melanogaster memiliki berbagai macam bentuk, biasanya pada bagian tubuh tertentu seperti sayap dan mata pada lalat mutan berbeda dengan tipe normal.
Alat kelamin ditentukan oleh jumlah kromosom X yang dimiliki individu. Normalnya, lalat betina mempunyai 2 kromosom X, sedangkan yang jantan hanya memiliki satu kromosom X ditambah satu salinan kromosom Y heterokromatik. kromosom Y tidak begitu memainkan peranan yang nyata dalam penentuan jenis kelamin. (Goodenough,1988)
Menurut Suryo (1998), perbedaan jenis kelamin umumnya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
1.Faktor Lingkungan. Biasanya yang mengambil peranan di sini ialah keadaan fisiologis. Jika kadar hormon kelamin dalam tubuh tidak seimbang penghasilan atau peredarannya, maka pernyataan fenotip pada suatu makhluk mengenai kelaminnya dapat berubah. Akibatnya watak kelaminnya pun mengalami perubahan.
2.Faktor Genetik. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa faktor genetiklah yang menentukan jenis kelamin suatu makhluk hidup. Oleh karena bahan genetik terdapat di dalam kromosom, maka perbedaan jenis kelamin terletak dalam komposisi kromosom.
Inti sel tubuh lalat Drosophila hanya memiliki 8 buah kromosom saja, sehingga mudah dmamati dan dihitung. 6 buah kromosom (3 pasang) pada lalat betina maupun jantan sama bentuknya, disebut kromosorn autosom (kromosom tubuh) dan 2 buah kromosom (1 pasang) disebut krornosom kelamin (seks kromosom) karena bentuknya berbeda antara lalat jantan dan lalat betina. (Suryo, 1998).













III. ALAT DAN BAHAN

A. Bahan
 1. Lalat Drosophila Melanogaster
 2. Chloroform

B. Alat
 1. Cawan petris
 2. Tissue
3. Botol media
4. Plastik
5. Pipet
6. Kaca pembesar
7. Alat tulis
















IV. CARA KERJA

1. Disediakan Lalat buah (Drosophila melanogaster) yang terdapat dalam botol 
  media.
2. Mulut botol media dimasukkan ke dalam plastik.
3. Botol kultur dibuka sampai beberapa lalat Drosophila keluar dari botol media.
4. Tissue detetesi 2-3 tetes chloroform, kemudian dimasukkan ke dalam plastik..
5. Ditunggu 1-2 menit hingga lalat Drosophila yang ada di dalam kantong plastik 
  tersebut pingsan. 
6. Setelah pingsan lalat Drosophila dikeluarkan dan diletakkan ke dalam cawan 
  petris.
7. Mengamati lalat Drosophila yang ada baik jantan maupun betina.
8. Lalat Drosophila digambar pada kertas.
9. Gambar lalat ditunjukkan dan diberi keteranganbagian-bagiannya.
















V. HASIL PENGAMATAN

GAMBAR
KETERANGAN
Lalat Drosophila melanogaster jantan
1.Kepala
2.Antena
3.Mata merah
4.Thorax
5.Abdomen
6.Sayap
7.Kaki
8.Segmen 
9.Ujung ventral abdomen tumpul dan tampak hitam
Lalat Drosophila melanogaster betina
1.Kepala
2.Antena
3.Mata merah
4.Thorax
5.Abdomen
6.Sayap
7.Kaki
8.Segmen 
9.Ujung ventral abdomen runcing dan tampak terang
VI. PEMBAHASAN

Menurut sistem taksonomi atau pengelompokan jenis makhluk hidup lalat Drosophila melanogaster dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Diptera
Family : Drosophilidae
Subfamily : Drosophilinae
Genus : Drosophila
Species group : melanogaster group
Species subgroup : melanogaster subgroup
Species komplek : melanogaster complex
Species : D. melanogaster
Morfologi lalat Drosophila melanogaster termasuk dalam subordo Cyclorharpha, yang mempunyai cylpeus yang terpisah oleh sclerite yang berbeda. Kantung ptilium atau frontal merupakan ciri-ciri dari bagian kepala yang keadaan luarnya ditunjukkan adanya ptilinae atau frontal suture. Suture adalah bagian yang sangat sempit disepanjang tepi bagian kepala, suture ini membentuk suatu kantng membran atau ptilium dan dinding terakhirnya terbentuk pada tempat yang sama dengan integumen. Kepala mempunyai organ-organ, yaitu:
1. Antena
 Antena mempunyai alat yang penting untuk klasifikasi diptera. Antena merupakan bagian yang kecil terbentuk seperti sikat yang letaknya di ruas ketiga dari antena yang disebut arista. Antena terdiri dari tiga segmen besar dimana yang kedua lenih besar dan lebih kompleks, namun segmen kedua ini tidak mempunyai suture longitudinal.
2. Mata
 Pada Drosophila melanogaster yang normal mempunyai warna mata merah sedang yang abnormal mempunyai warna mata putih. Gen yang mengatur warna terletak pada kromosom nomor satu dan tiap gen yang mengatur letak mutan terletak pada kromosom nomor tiga. Gen yang mengatur warna mata ini terpaut pada kromosom sex (linkage genes). Lalat ini mempunyai lima buah ata yaitu dua buah terletak pada anterolateral(merupakan mata yang besar)yang disebut mata orbital dan mata ocelli yang terletak pada bagian dorso-medial terdiri dari tiga ominatidia.
 Mata terdiri dari sel-sel mata dan disekeliling mata orbiatl terdapat rambut-rambut yang bentuk dan ukurannya teratur. Mata yang mengalami mutasi matanya berubah menjadi cokelat yang terdapat pada kromosom ketiga, putih pada kromosom ke satu dan posisi mata melintang terletak pada kromosom ke satu dan posisi itu disebut bar eyes.
3. Mulut
 Organ mulut pada Drosophila melanogaster disokong oleh formasi hidung. Morfologi hidung sulit untuk digambarkan, sebab merupakan hasil modifikasi dari reduksi maksila, dan merupakan perluasan dari daerah membran. Hidung beradaptasi untuk mengisap cairan, namun untuk memasukkan partikel padat pada saluran makanan membutuhkan waktu yang lama. Kondisi ini membuat bibir menjadi berefleksi dengan lovat menuju ke puncak gigi dengan menggunakan alat pemotong. Mulut lalat ini berwarna hitam dan posterior mulut terdapat rambut-rambut vibrissa. Semua alat mulut menambah bentukan proboscis. Mulut terdiri dari:
a. Labrum, bagian dorsalnya berscelea baik, tetapi bagian ventral kebanyakan berupa membran, dan bagian luarnya kadang-kadang berupa membran.
b. Mandibula, tidak ada, bila ada merupakan menghisap.
c. Maxilla, sangat jarang, yang komplek terdiri dari sclerite, basal berpisah dan tersendiri. Sungut maxilla merupakan bagian yang penting unuk identifikasi. Sungut maxila ini terdiri dari 4 segmen, dimana segmen keempat tereduksi menjadi organ single.
d. Labium, membentuk hidung pada bagian distalnya, biasanya elebar berpasangan.
e. Hypopharink, pada umumnya ada dan keduanya tebentuk lanceolus, (Strickberger, 1985).
 Sedangkan pada bagian thorax dapat terdiri dari tiga ruas, padanya terdapat rambut-rambut yang besar disebut macrochaeta dan rambut-rambut yang berukuran kecil disebut microchaeta. Thorax terbentuk melalui segmen tengah yang sayapnya mengalami pelebaran dua daerah terakhir lebih kecil dari bagian anterior dan posterior yang berfungsi secara aktif sebagai penyokong.
 Bagian depan dan belakang kaki, berdasarkan pengamatan merupakan bentuk terbesar terletak pada bagian dorsal dari thorax dan terbagi menjadi presctum, scutum dan scutellum. Batas antara presctum dan scutum disebut transverse suture. Thorax terdiri dari:
1. Sayap
 Terdiri satu pasang dan masing-masing terdiri dari delapan rambut-rambut jalan yang disebut aerostichol pada bagian anteriol dorso-ventral. Drosophila melanogaster nomal posisi sayapnya tidur dan menutupi, panjang sayapnya lebih panjang dari abdomennya, sedangkan mutan sayapnya mengalami perubahan yang bermacam-macam.
2. Kaki
 Setiap segmen thorax mendukung satu pasang kaki. Bagian kaki dari proximal ke distal adalah coxa, trocahanter, femur, tibia, segmen tarsal 1 dan segmen tarsal 2, jadi setiap kaki terdiri dari 6 segmen yang semuanya dtumbuhi oleh rambut-rambut. Lalat buah jantan memiliki sex comb antara batas tarsal 1 dan tarsal 2. Rambut-rambut disebelah permukaan tibia bagian proximal apex disebut preatikal tibia spur. Trochanter adalah satu bangunan berbentuk segitiga kecil yang menghubungkan antara coxa dan femur, (Sinnot, 1958).  
 Bagian abdomennya terdiri dari 11 ruas. Lalat betina abdomennya memiliki 8 targit, pada targit ke 3 terdapat spirakel, vagina pada targit ke 7 dan onal plate pada targit ke 8. Bentuk abdomen lalat betina mempunyai ujung eruncing dan pola-pola garis yang berbeda daripada abdomen jantan. Abdomen jantan mempunyai 7 targit, terdapat perisae. Targit ke 5 terdapat lengkung genitak dan onal plate pada ujung targit ke 7. Bentuk abdomennya berujung tumpul dengan segmen terakhir berwarna hitam. Ruas pertama abdomen dimulai dari steium sangat tereduksi. Ruas kedua sampai ke 11 terdapat tipula. Ruas pada Drosphila melanogaster sulit dipastikan, jarang lebih dari 4 atau 5 yang nampak pembelahan, (Borror, 1992).


Gambar lalat Drosophila wild type

No
Lalat Drosophila Jantan
Lalat Drosophila Betina
1.

2.

3.

Bentuk / ukuran tubuh lebih kecil dari lalat betina
Abdomen posterior berujung tumpul.
Ujung abdomen posterior memiliki segmen garis garis hitam lebih besar dan warna hitamnya lebih pekat dibandingkan segmen garis hitam di atasnya.
Bentuk / ukuran tubuh lebih besar dari lalat jantan
Abdomen posterior berujung lancip

Ujung abdomen posterior memiliki segmen garis hitam tipis yang relatif sama dengan dorsalnya dari tengah hingga ujung.
Lalat Drosophila melanogaster mempunyai 4 pasang kromosom (2n=8) yang terdiri dari 3 pasang autosom jantan dan betina serta 1 pasang kromosom sex pada jantan dan 1 pasang pada betina tetapi bentuknya berbeda. Pada kromosom kelamin dapat dibedakan atas:
1. Kromosom X yang berbentuk batang luas dan memiliki 2 kromosom X.
2. Kromosom Y yang sedikit membengkok pada salah satu ujungnya dan kromosom Y lebih pendek daripada kromosom X, serta lalat jantan memiliki sebuah kromosom X dan sebuah kromosom Y.
 Pada lalat betina, pasangan kromosom ke 4 terdiri dari kromosom yang sama panjang. Pada lalat jantan, pasangan kromosom ke 4 bentuknya tidak sama. Salah satu kromosom dari pasangan kromosom yang tidak sama panjang tersebut berbentuk bengkok. Sekitar dua per tiga panjangnya lurus dan sepertiga membengkok hingga menyerupai kail. Kromosom ini disebut kromosom Y, pasangan yang lurus disebut kromosom X. Dan kedua kromosom itu disebut kromosom kelamin, karena kehadirannya selalu berkolerasi dengan kelamin lalat itu.
Jadi, sekitar dua per tiga kromosom X dan Y bepasangan, sedangkan seper tiga tidak berpasangan, karena ujungnya membengkok. Karena itu terdapat sepertiga bagian kromosom X yang tidak beralel karena tidak ditutupi oleh kromosom Y. dikatakan bahwa duapertiga kromosom itu memiliki bagian homolog, sedangkan sepertiga bagian kromosom X memiliki bagian yang non homolog.
Dengan demikian pada lalat jantan terdapat pasangan kromosom terpendek yang bentuknya tidak sama kromosom jantan itu disebut kromosom XY, dan kromosom betinanya XX.
Perbedaan jenis kelamin ditandai dengan sifat –sifat menurun tertentu yang jelas. Pola pigmen tadi pada perut jantan, penis, dan bulu kejur pada ruas torsal pertama dari kaki depan adalah beberapa dari sifat nyata yang membedakan lalat jantan dari lalat betina. Fakta bahwa ada atau tidak adanya sifat –sifat ini selalu berhubungan dengan kromosom kelamin yamg merupakan bukti dari teori keturunan.
Walaupun pada umumnya dianggap bahwa lalat XX adalah betina dan Xy adalah jantan, akan tetapi kenyataan dengan adanya nondisjunction, bahwa kromosom Y pada lalat ini tidak mempunyai pengaruh pada penentuan jenis kelamin. 
Pada Drosophila melanogaster, penentuan jenis kelamin dipengaruhi oleh perbandingan antara kromosom kelamin dan jumlah set autosom (A).
Apabila X/A > 1,5 adalah betina super.
Apabila X/A = 1,0 adalah betina.
Apabila X/A = 0,75 adalah interseks
Apabila X/A = 0,5 adalah jantan
Apabila X/A < 0,5 adalah jantan super.
Lalat Drosphila mempunyai beberapa kelainan-kelainan yaitu terdiri dari:
1. Lalat ginandromorf adalah lalat yang separuh tubuhnya terdiri dari jaringan lalat betina sedangkan separuh lainnya terdiri dari jaringan lalat jantan. Lalat ini tidak mempunyai formula kromosom.
2. Lalat interseks adalah lalat yang jaringan tubuhnya merupakan mosaik (campuran yang tak teratur) dari jaringan lalat betina dan jantan. Lalat ini steril.
3. Lalat jantan super adalah lalat yang sebenarnya akan menjadi lalat jantan akan tetapi triploid (3n) untuk autosomnya (3AAAXY) dan steril.
4. Lalat dengan kromosom X yang melekat adalah lalat betina tetapi kedua kromosom X saling melekat pada salah satu ujungnya.
Lalat Drosophila melanogaster normal ( tipe liar ) adalah lalat Drosophila yang ditemukan di alam yang memiliki fenotip dengan karakteristik yang telah ditentukan, diantaranya badan kelabu, warna mata merah, dan sayap lurus panjang.
Variasi fenotip muncul akibat adanya perbedaan pada satu hingga tiga gen, misalnya warna mata putih, sayap vestigial, tubuh ebony, dan banyak lagi variasi lainnya. Lalat Drosophila melanogaster yang memiliki sedikitnya satu karakter yang berbeda dengan tipe liarnya disebut sebagai mutan. 
Untuk menyeragamkan pendapat, tiap tipe mutan lalat Drosophila diberi symbol tertentu, misalnya simbol w untuk mutan mata putih, e untuk mutan tubuh ebony/ hitam, vg untuk mutan sayap tereduksi, dan sebagainya. Lalat normal biasanya diberi simbol +.
Drosophila melanogaster yang normal mempunyai mata berwarna merah, yang ditentukan oleh gen dominan W . Adapula yang menyebutkan gen + atau w+. Disamping itu dikenal pula sifat mutan, yaitu mata berwarna putih, yang ditentukan oleh gen muatan resesif w . Sebenarnya dikenal banyak variasi tentang warna mata pada lalat ini. Variasi ini bergradasi ( berderajat ) mulai dari merah gelap, merah terang sampai menjadi putih, yang kesemuanya ditentukan oleh dominansi dari alel –alel. Berbagai warna mata pada Drosophila melanogaster ini ternyata ditentukan oleh suatu seri alel ganda. Alel yang paling dominan adalah w+ , sedangkan yang paling resesif adalah w.
Genotip lalat
Warna mata
w+ w+
Merah tua (lalat normal / liar)
wcolwcol
Merah nyata 
wsatwsat
Satsuma
wcowco
Koral (karang)
wwww
Anggur
wchwch
Buah talok ( cherry )
wewe
Eosin 
wblwbl
Darah
wawa
Aprikot
wbfwbf 
Kulit penggosok ( buff )
ww
putih
Macam-macam mutan dari lalat Drosophila antara lain adalah:
No
Gambar
Keterangan
1.

Short-Winged Flies
Sayap-sayap lalat ini pendek. Sayap lalat ini tidak bisa terbang. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu vestigial gen, pada kromosom yang kedua. Lalat ini mempunyai suatu mutasi terdesak/terpendam. Tentang penghembus vestigial gen yang dibawa oleh masing-masing lalat (satu dari orangtua masing-masing), kedua-duanya harus diubah untuk menghasilkan sayap yang abnormal. Seandainya satu adalah mutan, versi yang sehat dapat mengesampingkan cacat tersebut.

2.

Curly-Winged Flies
Sayap-sayap lalat ini keriting. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu "gen keriting" pada kromosom yang kedua. Sayap-sayap keriting ini terjadi karena suatu mutasi dominan, yang berarti bahwa satu salinan gen diubah dan menghasilkan cacat itu. Jika salinan kedua-duanya (orang tuanya) adalah mutan, maka lalat ini tidak akan survive
3.

Ebony Flies
Lalat ini berwarna gelap, hampir hitam dibadannya. Mereka membawa suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen kayu hitam yang terletak pada kromosom ketiga. Secara normal, gen kayu hitam bertanggung jawab untuk membangun pigmen yang memberi warna pada lalat buah normal. Jika gen kayu hitam cacat, maka pigmen yang hitam ini dapat menyebabkan badan pada lalat buah menjadi hitam semuanya.

4.

Yellow Flies
Lalat ini berwarna kekuningan dibanding lalat normal. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen kuning pada kromosom X. Gen kuning diperlukan untuk memproduksi suatu pigmen pada lalat hitam normal. Sedangkan pada mutan ini tidak bisa menghasilkan pigmen atau gen kuning ini
5.

White-Eyed Flies
Lalat ini mempunyai mata putih. Seperti lalat orange-eyed, mereka juga mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen putih. Tetapi di lalat ini, gen putih secara total cacat, sehingga tidak menghasilkan pigmen merah sama sekali.

6.

Orange-Eyed Flies

Lalat pada gambar yang dilingkari mempunyai warna mata seperti warna jeruk. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen putih, yang secara normal menghasilkan pigmen merah di dalam mata. Di lalat ini, gen yang putih hanya bekerja secara parsial, memproduksi lebih sedikit pigmen merah dibanding lalat normal.

7.

Eyeless Flies
Lalat ini tidak punya mata. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen buta, yang secara normal diinstruksikan sel di dalam larva untuk membentuk suatu mata.
8.
Leg-Headed Flies
Lalat ini mempunyai antena seperti kaki abnormal pada dahi mereka. Mereka mempunyai suatu cacat di dalam tubuh mereka yaitu gen antennapedia (bahasa latin untuk "antenna-leg"), yang secara normal diinstruksikan sel untuk merubah beberapa badan untuk menjadi kaki. Di lalat ini, gen antennapedia dengan licik instruksikan sel yang secara normal untuk membentuk antena menjadi kaki sebagai gantinya.


Lalat dalam botol media hidup dengan media agar-agar, ragi, dan pisang yang dicampur menjadi satu. Setiap jenis Drosophila melanogaster khususnya jantan memiliki susunan yang berbeda antara jenis yang satu dengan yang lainnya. Periode dari pengembangan Drosophila melanogaster bervariasi antara lain temperatur, umumnya semua jenis berdarah dingin. Waktu perkembangan yang paling pendek (telur-dewasa), adalah 7 hari, dan dicapai pada suhu 28° C. Perkembangan meningkat pada suhu yang lebih tinggi, yaitu sekitar 30° C, selama 11 hari, hal tersebut berkaitan dengan pemanasan tekanan. Pada suhu 25° C tersebut, lama harinya umumnya adalah sekitar 8.5 hari, sedangkan pada suhu 18° C lama harinya sekitar 19 hari dan pada suhu 12° C lama hari perkembangannya adalah 50 hari. betina meletakkan sekitar 400 telur, sekitar lima tiap waktunya, dimasukkan ke dalam sebuag kantung atau material organik lain. panjnag telur sekitar 0.5 millimetres akan mengeram setelah 12-15 jam pada suhu 25° C. Akan menghasilkan larva instar I setelah 4 hari pada suhu 25° C, kemudian molting sebanyak dua kali sehingga masuk ke fase larva instar II & III, hal tersebut terjadi sekitar 24 dan 48 jam setelah eclosion. Selama masa ini, mereka akan mikroorganime yang menguraikan buah. Kemudian larva dibungkus oleh kapsul yang disebut puparium, puparium ini berfungsi melindungi pupa lalat buah dari gangguan lingkungan sekitarnya. pupa tersebut akanmengalami metamorfosis selama 5 hari dan tumbuh menjadi dewasa.
Perkawinan pertama lalat buah betina terjadi 12 jam setelah ”emergence”. Betina menyimpan sperma dari jantan yang telah mengawininya. Drosophila melanogaster mulai bertelur setelah berumur lebih kurang 8 jam. Drosophila melanogaster betina sanggup menghasilkan 50-75 butir telur per hari atau dapat menghasilkan 400-500 butir telur. Telur Drosophila melanogaster berwarna putih susu berbentuk bulat panjang dengan ukuran 0,5 mm. Pada ujung anterior terdapat lubang yang disebut mikropil dan terdapat tonjolan memanjang seperti sendok.
Telur yang dikeluarkan pada umumnya sudah tahap blastula berkembang dalam 24 jam dan akan menetas menjadi larva. Larva akan mengalami pergantian kulit 4 kali dan berubah menjadi pupa. Pupa akan menetas setelah 8-11 hari (tergantung dari spesies dan suhu lingkungan). Metamorfosis pada Drosophila termausk metamorfosis sempurna, yaitu dari telur - larva instar I - larva instar II - larva instar III - pupa - imago.
Lalat Drosophila melanogaster dapat digunakan sebagai bahan percobaan. Orang yang pertama kali menggunakan lalat ini adalah Thomas Hunt Morgan pada tahun 1910 yaitu dengan mengadakan persilangan antara lalat buah. Beberapa pertimbangan utama mengapa lalat Drosophila banyak digunakan untuk percobaan genetika dikarenakan:
1.Mudah didapat;
2.Pemeliharaannya mudah dan murah,mudah membiak di laboratorium, dengan bahan makanan sederhana.
3.Siklus hidup pendek;
4.Mudah membedakan jantan dan betina
5.Jumlah keturunan yang dihasilkan dalam satu siklus hidupnya sangat banyak, seekor induk bertelur ribuan butir selama hidupnya.
6.Cepat berkembang biak, terdapat 20 – 25 generasi dalam setahun.
7.Memiliki banyak mutan;
8.Jumlah kromosom relatif sedikit, yaitu 3 sampai 4 pasang saja.
9.Kromosom yang terletak pada sel-sel kelenjar ludah besarnya ada 100x besar kromosom biasa, disebut ”kromosom raksasa”, sahingga mudah diamati di bawah mikroskop biasa.
10.Drosophila jantan tidak mengalami pindah silang.
 Adapun ciri-ciri dari Lalat Drosophila ini adalah lalat ini mempunyai panjang 3-4 mm dan biasanya warna kekuning-kuningan dan mereka biasanya terdapat di sekitar buah yang membusuk dan buah-buah dalam kelompok yang besar (190 jenis Amerika Utara) dan banyak jenis sagat umum. Lalat apel ini adalah hama-hama di dalam rumah tangga apabila didapatkan buah-buahan. Larva dan kebanyakan jenisnya terdapat di dalam buah telah ditunjukkan bahwa larva sebenarnya makan ragi-ragi yang tumbuh di dalam buah-buahan itu. Beberapa jenis ada yang bersifat ektoparasitik (pada ulat) atau bersifat pemangsa (pada mealybugs dan homoptera kecil lainnya) pada tahapan larva. Dalam kelompok ini karena waktu hidupnya yang pendek, kromosom-kromosom kelenjar ludah raksasa dan mudahnya dipelihara telah dipakai secara meluas dalam penelitian-penelitian keturunan, (Borror, 1992).



VII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1.Lalat Drosophila jantan memiliki perbedaan dengan lalat Drosophila betina yang terletak pada ukuran tubuh, bentuk ujung abdomen posterior, segmen garis hitam pada abdomen posterior serta ada tidaknya sisir kelamin (sex comb).
2.Lalat buah Drosophila melanogaster mempunyai banyak mutan, antara lain : 
a.Yellow Flies
b.Ebony Flies
c.Orange-Eyed Flies
d.White-Eyed Flies
e.Eyeless Flies
f.Leg-Headed Flies
g.Short-Winged Flies
h.Curly-Winged Flies
3..Mutan lalat Drosophila dapat diidentifikasi dari warna mata (putih) dan sayap (vestigial).
4.Lalat drosophila banyak digunakan dalam percobaan di laboratorium karena memiliki banyak keunggulan, efisien dan ekonomis.

B. Saran
Persediaan lalat Drosophila supaya diperbanyak untuk memperlancar jalannya praktikum.








DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Drosophila melanogaster. 2008. (online). http://www.wikipedia.org . Diakses tanggal 14 November 2008, pukul 01.42.

Anonim. Drosophila melanogaster. 2007. (online). http://www.indoskripsi.com. Diakses tanggal 14 November 2008, pukul 01.47.

Ananda, Koeswari. 1978. Diktat Taksonomi Serangga. Gadjah Mada Univesity Press:Yogyakarta

Borror, Donal JJ, Triplehorm, Charles A, Jhonson, Norman F. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Gadjah Mada University Press: Yogya karta.

Dwijoseputro. 1981. Pengantar Genetiak. Penerbit Bhratara Karya Aksara:Jakarta.
Goodenough, V. 1988. Genetics. Washington University, USA .

Sinott, Edmunn. W., Dunn, L. C, Dobzhansky, Theodosivs. 1958. Principles of Genetics Fifth edition. Kogakusha Company Ld, Tokyo.

Strickberger, M. W. 1985. Genetics. McMillan Publishing Co: New york.
Suryo. 1998. Genetika. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Susetyo Putra, Nugroho. 1994. Serangga di Sekitar Kita. Kanisius.
White, M. J. D. 1948. Animal Cytology And Evolution. University College, London.
Yatim, W. 1983. Genetika. Tarsito, Bandung.









LAMPIRAN

Dari http://www.wikipedia.org/ 

Wikipedia: Drosophila melanogaster 















Scientific classification

Binomial name
Drosophila melanogaster
Meigen, 1830[1]
Drosophila melanogaster (from the Greek for black-bellied dew-lover) is a two-winged insect that belongs to the Diptera, the order of the flies. The species is commonly known as the fruit fly, and is one of the most commonly used model organisms in biology, including studies in genetics, physiology and life history evolution. Flies belonging to the Tephritidae are also called fruit flies, which can lead to confusion.
Physical appearance

Male (left) and female D. melanogaster
Wildtype fruit flies have red eyes, are yellow-brown in colour, and have transverse black rings across their abdomen. They exhibit sexual dimorphism: females are about 2.5 millimetres (0.1 inches) long; males are slightly smaller and the back of their bodies are darker. Males are easily distinguished from females based on colour differences (males have a distinct black patch at the abdomen, less noticeable in recently emerged flies (see fig)) and the sexcombs (a row of dark bristles on the tarsus of the first leg). Furthermore, males have a cluster of spiky hairs (claspers) surrounding the anus and genitals used to attach to the female during mating. There are extensive images at Fly Base.
Life cycle

Egg of D. melanogaster
The developmental period for Drosophila melanogaster varies with temperature, as with many ectothermic species. The shortest development time (egg to adult), 7 days, is achieved at 28 °C.[2][3] Development times increase at higher temperatures (30 °C, 11 days) due to heat stress. Under ideal conditions, the development time at 25 °C is 8.5 days [4][2][3], at 18 °C it takes 19 days[2][3] and at 12 °C it takes over 50 days.[2][3] Under crowded conditions, development time increases [5], while the emerging flies are smaller[5][6]. Females lay some 400 eggs (embryos), about five at a time, into rotting fruit or other suitable material such as decaying mushrooms and sap fluxes. The eggs, which are about 0.5 millimetres long, hatch after 12–15 h (at 25 °C).[2][3] The resulting larvae grow for about 4 days (at 25 °C) while molting twice (into 2nd- and 3rd-instar larvae), at about 24 and 48 h after eclosion.[2][3] During this time, they feed on the microorganisms that decompose the fruit, as well as on the sugar of the fruit themselves. Then the larvae encapsulate in the puparium and undergo a four-day-long metamorphosis (at 25 °C), after which the adults eclose (emerge).[2][3]
Females become receptive to courting males at about 8-12 hours after emergence.[7] Males perform a sequence of five behavioral patterns to court females. First, males orient themselves while playing a courtship song by horizontally extending and vibrating their wings. Soon after, the male positions itself at the rear of the female's abdomen in a low posture to tap and lick the female genitalia. Finally, the male curls its abdomen, and attempts copulation. Females can reject males by moving away and extruding their ovipositor. The average duration of successful copulation is 30 minutes, during which males transfer a few hundred very long (1.76mm) sperm cells in seminal fluid to the female[1]. Females store the sperm, which may need to compete with other males' stored sperm to fertilize eggs.
The D. melanogaster lifespan is about 30 days at 29 °C.
Model organism in genetics
Drosophila melanogaster types. Eye colors (clockwise): brown, cinnabar, sepia, vermilion, white, wild. Also, the wild-eyed fly has a yellow body, the sepia-eyed fly has an ebony body, and the brown-eyed fly has a black body.
Drosophila melanogaster mutation: yellow cross-veinless forked fruit fly.
A wild fruit fly (left) has antennae, while a fly with the antennapedia mutation (right) has an extra set of feet in the place of antennae.


Drosophila melanogaster types. Eye colors (clockwise): brown, cinnabar, sepia, ermilion, white, wild. Also, the wild-eyed fly has a yellow body, the sepia-eyed fly has an ebony body, and the brown-eyed fly has a black body.


Drosophila melanogaster mutation: yellow cross-veinless forked fruit fly.


A wild fruit fly (left) has antennae, while a fly with the antennapedia mutation (right) has an extra set of feet in the place of anten

   
Drosophila melanogaster is the most studied organism in biological research, particularly in genetics and developmental biology. There are several reasons:
It is small and easy to grow in the laboratory 
It has a short generation time (about two weeks) and high fecundity (females can lay >800 eggs in one day) 
The mature larvae show giant chromosomes in the salivary glands called polytene chromosomes—"puffs" indicate regions of transcription and hence gene activity. 
It has only four pairs of chromosomes: three autosomes, and one sex chromosome. 
Males do not show meiotic recombination, facilitating genetic studies. 
Genetic transformation techniques have been available since 1987. 
Its compact genome was sequenced and first published in 2000.[8] 
Charles W. Woodworth is credited with being the first to breed Drosophila in quantity and for suggesting to W. E. Castle that they might be used for genetic research during his time at Harvard University. Beginning in 1910, fruit flies helped Thomas Hunt Morgan accomplish his studies on heredity. "Thomas Hunt Morgan and colleagues extended Mendel's work by describing X-linked inheritance and by showing that genes located on the same chromosome do not show independent assortment. Studies of X-linked traits helped confirm that genes are found on chromosomes, while studies of linked traits led to the first maps showing the locations of genetic loci on chromosomes" (Freman 214). The first maps of Drosophila chromosomes were completed by Alfred Sturtevant.
Genome
The genome of D. melanogaster (sequenced in 2000, and curated at the FlyBase database[8]) contains four pairs of chromosomes: an X/Y pair, and three autosomes labeled 2, 3, and 4. The fourth chromosome is so tiny that it is often ignored, aside from its important eyeless gene. Its sequenced genome of 120 million base pairs has been annotated[8] and contains approximately 13,767 protein-coding genes which comprise ~20% of the genome. More than 60% of the genome appears to be functional non-protein-coding DNA[9] involved in gene expression control. Determination of sex in Drosophila occurs by the ratio of X chromosomes to autosomes, not because of the presence of a Y chromosome as in human sex determination.
Drosophila genes are traditionally named after the phenotype they cause when mutated. For example, the absence of a particular gene in Drosophila will result in a mutant embryo that does not develop a heart. Scientists have thus called this gene tinman, named after the Oz character of the same name (Cf. Azpiazu & Frasch (1993) Genes and Development: 7: 1325-1340.). This system of nomenclature results is a wider range of gene names than in other organisms.
Similarity to humans
About 75% of known human disease genes have a recognizable match in the genetic code of fruit flies (Reiter et al (2001) Genome Research: 11(6):1114-25), and 50% of fly protein sequences have mammalian analogues. An online database called Homophila [2] is available to search for human disease gene homologues in flies and vice versa. Drosophila is being used as a genetic model for several human diseases including the neurodegenerative disorders Parkinson's, Huntington's, Spinocerebellar ataxia and Alzheimer's disease. The fly is also being used to study mechanisms underlying immunity, diabetes, and cancer, as well as drug abuse.
Development
in Drosophila has been extensively studied, as its small size, short generation time, and large brood size makes it ideal for genetic studies. It is also unique among model organisms in that cleavage occurs in a syncytium.

Drosophila melanogaster oogenesis
During oogenesis, cytoplasmic bridges called "ring canals" connect the forming oocyte to nurse cells. Nutrients and developmental control molecules move from the nurse cells into the oocyte. In the figure to the left, the forming oocyte can be seen to be covered by follicular support cells.
After fertilization of the oocyte the early embryo or (syncytial embryo) undergoes rapid DNA replication and 13 nuclear divisions until approximately 5000 to 6000 nuclei accumulate in the unseparated cytoplasm of the embryo. By the end of the 8th division most nuclei have migrated to the surface, surrounding the yolk sac (leaving behind only a few nuclei, which will become the yolk nuclei). After the 10th division the pole cells form at the posterior end of the embryo, segregating the germ line from the syncytium. Finally, after the 13th division cell membranes slowly invaginate, dividing the syncytium into individual somatic cells. Once this process is completed gastrulation starts.
Nuclear division in the early Drosophila embryo happens so quickly there are no proper checkpoints so mistakes may be made in division of the DNA. To get around this problem the nuclei which have made a mistake detach from their centrosomes and fall into the centre of the embryo (yolk sac) which will not form part of the fly.
The gene network (transcriptional and protein interactions) governing the early development of the fruitfly embryo is one of the best understood gene networks to date, especially the patterning along the antero-posterior (AP) and dorso-ventral (DV) axes (See under morphogenesis).
The embryo undergoes well-characterized morphogenetic movements during gastrulation and early development, including germ-band extension, formation of several furrows, ventral invagination of the mesoderm, posterior and anterior invagination of endoderm (gut), as well as extensive body segmentation [10] until finally hatching from the surrounding cuticle into a 1st-instar larva.
During larval development, tissues known as imaginal discs grow inside the larva. Imaginal discs develop to form most structures of the adult body, such as the head, legs, wings, thorax and genetalia. Cells of the imaginal disks are set aside during embryogenesis and continue to grow and divide during the larval stages - unlike most other cells of the larva which have differentiated to perform specialized functions and grow without further cell division. At metamorphosis, the larva forms a pupae, inside which the larval tissues are reabsorbed and the imaginal tissues undergo extensive morphogenetic movements to form adult structures.
Behavioral genetics and neuroscience
In 1971, Ron Konopka and Seymour Benzer published "Clock mutants of Drosophila melanogaster", a paper describing the first mutations that affected an animal's behavior. Wild-type flies show an activity rhythm with a frequency of about a day (24 hours). They found mutants with faster and slower rhythms as well as broken rhythms - flies that move and rest in random spurts. Work over the following 30 years has shown that these mutations (and others like them) affect a group of genes and their products that comprise a biochemical or biological clock. This clock is found in a wide range of fly cells, but the clock-bearing cells that control activity are several dozen neurons in the fly's central brain.
Since then, Benzer and others have used behavioral screens to isolate genes involved in vision, olfaction, audition, learning/memory, courtship, pain and other processes, such as longevity.
The first learning and memory mutants (dunce, rutabaga etc) were isolated by William "Chip" Quinn while in Benzer's lab, and were eventually shown to encode components of an intracellular signalling pathway involving cylic AMP, protein kinase A and a transcription factor known as CREB. These molecules were shown to be also involved in synaptic plasticity in Aplysia and mammals.
Male flies sing to the females during courtship using their wing to generate sound, and some of the genetics of sexual behavior have been characterized. In particular, the fruitless gene has several different splice forms, and male flies expressing female splice forms have female-like behavior and vice-versa.Furthermore, Drosophila has been used in neuropharmacological research, including studies of cocaine and alcohol consumption.
Vision
The compound eye of the fruit fly contains 800 unit eyes or ommatidia, and are one of the most advanced among insects. Each ommatidium contains 8 photoreceptor cells (R1-8), support cells, pigment cells, and a cornea. Wild-type flies have reddish pigment cells, which serve to absorb excess blue light so the fly isn't blinded by ambient light. 
 
Stereo images of the fly eye
Each photoreceptor cell consists of two main sections, the cell body and the rhabdomere. The cell body contains the nucleus while the 100-μm-long rhabdomere is made up of toothbrush-like stacks of membrane called microvilli. Each microvillus is 1–2 μm in length and ~60 nm in diameter.[11] The membrane of the rhabdomere is packed with about 100 million rhodopsin molecules, the visual protein that absorbs light. The rest of the visual proteins are also tightly packed into the microvillar space, leaving little room for cytoplasm.
The photoreceptors in Drosophila express a variety of rhodopsin isoforms. The R1-R6 photoreceptor cells express Rhodopsin1 (Rh1) which absorbs blue light (480 nm). The R7 and R8 cells express a combination of either Rh3 or Rh4 which absorb UV light (345 nm and 375 nm), and Rh5 or Rh6 which absorb blue (437 nm) and green (508 nm) light respectively. Each rhodopsin molecule consists of an opsin protein covalently linked to a carotenoid chromophore, 11-cis-3-hydroxyretinal. [12]
Expression of Rhodopsin1 (Rh1) in photoreceptors R1-R6
As in vertebrate vision, visual transduction in invertebrates occurs via a G protein-coupled pathway. However, in vertebrates the G protein is transducin, while the G protein in invertebrates is Gq (dgq in Drosophila). When rhodopsin (Rh) absorbs a photon of light its chromophore, 11-cis-3-hydroxyretinal, is isomerized to all-trans-3-hydroxyretinal. Rh undergoes a conformational change into its active form, metarhodopsin. Metarhodopsin activates Gq, which in turn activates a phospholipase Cβ (PLCβ) known as NorpA.
PLCβ hydrolyzes phosphatidylinositol (4,5)-bisphosphate (PIP2), a phospholipid found in the cell membrane, into soluble inositol triphosphate (IP3) and diacylgycerol (DAG), which stays in the cell membrane. DAG or a derivative of DAG causes a calcium selective ion channel known as TRP (transient receptor potential) to open and calcium and sodium flows into the cell. IP3 is thought to bind to IP3 receptors in the subrhabdomeric cisternae, an extension of the endoplasmic reticulum, and cause release of calcium, but this process doesn't seem to be essential for normal vision. [13]
Calcium binds to proteins such as calmodulin (CaM) and an eye-specific protein kinase C (PKC) known as InaC. These proteins interact with other proteins and have been shown to be necessary for shut off of the light response. In addition, proteins called arrestins bind metarhodopsin and prevent it from activating more Gq.
A sodium/calcium exchanger known as CalX pumps the calcium out of the cell. It uses the inward sodium gradient to export calcium at a stoichiometry of 3 Na+/ 1 Ca++.[14]
TRP, InaC, and PLC form a signaling complex by binding a scaffolding protein called InaD. InaD contains five binding domains called PDZ domains which specifically bind the C termini of target proteins. Disruption of the complex by mutations in either the PDZ domains or the target proteins reduces the efficiency of signaling. For example, disruption of the interaction between InaC, the protein kinase C, and InaD results in a delay in inactivation of the light response.
Unlike vertebrate metarhodopsin, invertebrate metarhodopsin can be converted back into rhodopsin by absorbing a photon of orange light (580 nm).
Approximately two-thirds of the Drosophila brain (about 200,000 neurons total) is dedicated to visual processing. Although the spatial resolution of their vision is significantly worse than that of humans, their temporal resolution is approximately ten times better.
Flight
The wings of a fly are capable of beating at up to 220 times per second. Flies fly via straight sequences of movement interspersed by rapid turns called saccades. During these turns, a fly is able to rotate 90 degrees in fewer than 50 milliseconds.
Drosophila, and probably many other flies, have optic nerves which lead directly to the wing muscles (while in other insects they always lead to the brain first), making it possible for them to react extremely quickly.[citation needed]
It was long thought that the characteristics of Drosophila flight were dominated by the viscosity of the air, rather than the inertia of the fly body. However, research in the lab of Michael Dickinson has indicated that flies perform banked turns, where the fly accelerates, slows down while turning, and accelerates again at the end of the turn. This indicates that inertia is the dominant force, as is the case with larger flying animals.[15]
Courtship and mating
When two Drosophila melanogaster of the opposite sex encounter one another, they often first exhibit "cleaning behavior". After this behavior is engaged for some time, the male will proceed towards the rear of the female from either the left or right side. He will then begin a "dance" in which he describes a semi-circle around the female. During this dance the male may or may not vibrate his wings. If the female is not receptive, she will move away and courtship ends. If she is receptive however, the male will approach her rear and make contact with her using his proboscis. The female may then scissor her wings and allow the male to mount. When intercourse, which usually takes about 30 minutes, has finished, the female will dislodge the male with a violent kicking of her hind legs.
References
1.^ Meigen JW (1830). Systematische Beschreibung der bekannten europäischen zweiflügeligen Insekten. (Volume 6) (in German). Schulz-Wundermann.  
2.^ a b c d e f g Ashburner M, Thompson JN (1978). The laboratory culture of Drosophila. In: The genetics and biology of Drosophila. (Ashburner M, Wright TRF (eds.)). Academic Press, volume 2A: pp. 1–81.  
3.^ a b c d e f g Ashburner M, Golic KG, Hawley RS (2005). Drosophila: A Laboratory Handbook., 2nd ed., Cold Spring Harbor Laboratory Press, pp. 162–4. ISBN 0879697067.  
4.^ Bloomington Drosophila Stock Center at Indiana University: Basic Methods of Culturing Drosophila 
5.^ a b Chiang HC, Hodson AC (1950). "An analytical study of population growth in Drosophila melanogaster.". Ecological Monographs 20: 173–206.  
6.^ Bakker K (1961). "An analysis of factors which determine success in competition for food among larvae of Drosophila melanogaster.". Archives Neerlandaises de Zoologie 14: 200–81.  
7.^ Pitnick S (1996). "Investment in testes and the cost of making long sperm in Drosophila.". American Naturalist 148: 57–80.  
8.^ a b c Adams MD, Celniker SE, Holt RA, et al (2000). "The genome sequence of Drosophila melanogaster". Science 287 (5461): 2185–95. PMID 10731132. Retrieved on 2007-05-25.  
9.^ Halligan DL, Keightley PD (2006). "Ubiquitous selective constraints in the Drosophila genome revealed by a genome-wide interspecies comparison". Genome Res. 16 (7): 875–84. DOI:10.1101/gr.5022906. PMID 16751341. Retrieved on 2007-05-25.  
10.^ FlyMove website 
11.^ Hardie RC, Raghu P (2001). "Visual transduction in Drosophila". Nature 413 (6852): 186–93. DOI:10.1038/35093002. PMID 11557987. Retrieved on 2007-05-25.  
12.^ Nichols R, Pak WL (1985). "Characterization of Drosophila melanogaster rhodopsin". J. Biol. Chem. 260 (23): 12670–4. PMID 3930500. Retrieved on 2007-05-25.  
13.^ Raghu P, Colley NJ, Webel R, et al (2000). "Normal phototransduction in Drosophila photoreceptors lacking an InsP(3) receptor gene". Mol. Cell. Neurosci. 15 (5): 429–45. DOI:10.1006/mcne.2000.0846. PMID 10833300. Retrieved on 2007-05-25.  
14.^ Wang T,Xu H,Oberwinkler J,GU Y, Hardie R, Montell C, et al (2005). "Light activation, adaptation, and cell survival Functions of the Na+/Ca2+ exchanger CalX". Neuron 45 (3): 367-378. PMID 15694299.  
15.^ Caltech Press Release 4/17/2003 
Further reading
K. Haug-Collet, et al. (1999). Cloning and characterization of a potassium-dependent sodium/calcium exchanger in Drosophila. J. Cell Biol. 147 (3): 659–70. PMID 10545508.  
P. Raghu, et al. (2000). Normal Phototransduction in Drosophila Photoreceptors Lacking an InsP3 Receptor Gene. Molec. & Cell. Neurosci. 15 (5): 429–45. PMID 10833300.  
R. Ranganathan, et al. (1995). Signal transduction in Drosophila photoreceptors. Annu. Rev. Neurosci. 18: 283–317. PMID 7605064.  
S. Fry and M. Dickinson (2003). The aerodynamics of free-flight maneuvers in Drosophila. Science 300 (5618): 495–8. PMID 12702878 doi:10.1126/science.1081944.  
Adams MD, et al. (2000). The genome sequence of Drosophila melanogaster. Science 287 (5461): 2185–95. PMID 10731132 doi:10.1126/science.287.5461.2185.  



1 komentar:

Satu Cahaya Berkilau mengatakan...

terima kasih ya mbak atas laporannya